Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2014

Membersihkan Windows Logs Tanpa Aplikasi

Setiap aktivitas yang dilakukan pengguna komputer akan dicatat oleh Windows: Membuka aplikasi, menutup aplikasi, kesalahan, peringatan, log in, log off dan banyak aktivitas lainnya akan dicatat oleh Windows dalam sebuah catatan yang dinamakan Windows Logs. Semakin lama umur komputer maka akan semakin banyak catatan yang disimpan di dalamnya. Ini akan berguna bagi user untuk mengetahui aktifitas apa saja yang telah dilakukannya, kesalahan apa yang telah terjadi dan bantuan apa yang ditawarkan oleh Windows. Namun, bagai pedang bermata dua, Windows Logs bisa jadi akan membocorkan informasi aktifitas yang bersifat pribadi. Selain itu, catatan ini juga akan memakan space di dalam harddisk jika tidak dibersihkan. Tentu saja hal itu sedikit banyak akan memperlambat kinerja komputer. Nah, dari itu sekarang saya akan membagikan tips bagaimana membersihkan Windows Logs di sistem operasi Windows tanpa bantuan software pihak ketiga. Cekidot! 1. Tekan kombinasi Win+R dan masukkan perintah &qu

Kyai Juga Manusia

Sosok kyai memang selalu memberikan kesan tersendiri yang tidak bisa disamakan dengan predikat ketokohan lainnya. Presiden, gubernur, bupati, kades, pegawai, sarjana, doktor, magister atau apapun itu tidak akan pernah bisa disamakan dengan kyai. Kyai adalah predikat yang tidak bisa dikejar dengan sekolah, dikampanyekan dengan iklan, atau dinilai dengan uang. Predikat kyai murni datang dari masyarakat karena bermodalkan kepercayaan. Ya, kepercayaan yang saat ini sangat sulit ditemukan pada predikat-predikat lainnya, termasuk predikat berupa jabatan. Kepercayaan tidak bisa diperoleh dengan jabatan yang tinggi. Kepercayaan hanya bisa diperoleh dengan adanya bukti atau track record kata orang sekarang. Dan itu harus melalui proses yang tidak sebentar. Oleh karena itu tidak heran jika banyak pejabat dan calon pejabat yang ingin numpang kepercayaan kepada kyai. Sebab jika sudah mendapat kepercayaan dari sosok kyai, maka berarti mereka juga mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Inilah yan

Dinasti Kertas

Kita mungkin tidak pernah membayangkan sudah sejauh mana dunia ini dikuasai oleh benda yang bernama kertas. Siapa sangka kertas yang nilai instristiknya tidak seberapa itu justru bisa mengendalikan hampir semua ranah kehidupan umat manusia. Saat ini, nyaris semua hal bisa dinilai dengan kertas. Selembar kertas bisa jauh lebih berharga dari nilai aslinya. Kertas bisa berbicara, bahkan omongannya lebih dipercaya dibanding manusia. Satu contoh, kertas yang sangat familiar dalam kehidupan kita sehari-hari yang kita sebut dengan uang. Siapa yang tidak kenal uang? Semua orang tahu uang, semua orang butuh uang. Sebelum uang dikenal, orang melakukan barter untuk saling memenuhi kebutuhan hidup mereka yang tidak sama. Pada tahapan berikutnya muncul benda-benda yang memiliki nilai estetik seperti kerang yang dapat ditukar dengan apa saja. Selanjutnya muncul logam-logam yang memiliki nilai instristik tinggi untuk dipergunakan dalam pertukaran, seperti tembaga, kuningan, emas dan perak. Pikiran

Mata dan Telinga?

Setiap hari kita mendengar, membaca dan melihat berita di media, baik media cetak maupun elektronik. Tak jarang juga kita mendapatkan berita yang simpang siur; sebagian media memberitakan sesuatu yang bertentangan dengan media lainnya. Tentu saja hal ini akan membuat berita tersebut menjadi rancu dan membingungkan. Sebutlah sebagai contohnya berita tentang virus MERS yang booming akhir-akhir ini. Sebagian media menyebutkan bahwa virus tersebut berasal dari onta yang menyebar dan menginfeksi manusia. Di lain pihak, ada juga media yang menyebutkan bahwa kabar itu adalah fitnah. Virus MERS tidak berasal dari onta. Jika memang berasal dari onta, kenapa bukan pengembalanya yang terinfeksi pertama kali? Kita sebegai konsumen lantas merasa bingung, mana yang benar dan mana yang salah? Sebagai pihak yang tidak tahu, kita hanya bisa menerima saja apa yang diberitakan media. Masalahnya, jika media ini mengatakan 'iya' sementara media lain mengatakan 'tidak', mana yang merupaka

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 8: Curug Naga)

Kebahagiaan di Curug Naga, Megamendung, Bogor Rencananya jam 08.00 WIB kami sudah akan meninggalkan pesantren Fityatul Islam. Namun sebelum itu, kami diajakn Luqman untuk jalan-jalan ke Curug Naga. Tempat ini letaknya tidak jauh dari pesantren, tapi harus ditempuh dengan jalan kaki. Kendaraan memang bisa masuk, tapi tidak bisa sampai ke lokasi, sebab untuk sampai ke lokasi Curug Naga kami harus melewati jalan terjal dan berbatu. Kami berangkat dari pesantren sekitar jam 07.15 WIB dan tidak sampai 15 menit kemudian kami sudah sampai di lokasi. Berbeda dengan jalan setapak yang kami daki untuk sampai ke puncak Bogor, jalan setapak yang menuju Curug Naga lebih sempit, hanya muat satu orang. Kami tidak bisa jalan bergandeng, melainkan harus berjejer ke belakang. Luqman yang tahun jalan berada di paling depan menjadi guide kami. Jalan setapak yang berbatu itu cukup curam, tapi karena batu-batunya tertata dengan cukup baik, perjalanan menjadi tidak terlalu sulit. Jalan yang kami l

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 7: Pesantren Alam Tahfidzul Quran Fityatul Islam)

Pesantren Alam Tahfidhul Quran Fityatul Islam, Citameang Megamendung, Bogor Jam sudah menunjukkan pukul 21.30 WIB. Saya dan teman-teman barus saja tiba di pertigaan Unilever Cipayung Bogor. Luqman Yasir yang menjadi guide perjalanan kami sudah menunggu di sana. Dia juga sudah menyewa angkot yang akan membawa kami ke tempatnya. Tanpa membuang-buang waktu, kami langsung naik ke angkot sewaan itu. Angkot melaju dengan kecepatan sedang. Memang angkot itu tidak mungkin akan melaju dengan kecepatan tinggi karena jalan yang dilalui menanjak dan rusak di beberapa bagian. Kami yang ada di dalamnya sudah tidak kuat lagi menahan kantuk dan lelah. Saya pun tidak bisa bertahan tetap terjaga hingga tiba di tujuan, Pesantren Alam Tahfidhul Quran Fityatul Islam. Yang saya ingat jalan yang kami tempuh didominasi oleh tanjakan curam dan tikungan-tikungan tajam. Dari dalam mobil saya melihat kelap-kelip lampu kota (entah kota apa) di kejauhan. Dari itu saya dapat menyimpulkan bahwa kami sedang ber

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 6: Penderitaan di Dalam Bus)

Dengan baju dan celana yang masih basah, saya menyusul teman-teman yang sudah lebih dulu meninggalkan masjid ke jalan raya. Kami akan melanjutkan perjalanan menuju tempatnya Luqman sekaligus untuk beristirahat di sana di malam harinya. Hari sudah mulai gelap dan gemerlap lampu-lampu kota Bogor di kejauhan memperlihatkan pemandangan sangat indah. Tapi saya sudah terlalu lelah untuk menikmatinya. Saya hanya sempat mengabadikannya dengan kamera yang disetting khusus untuk menangkap pemandangan malam. Habis itu saya buru-buru menyusul teman-teman yang sudah jauh meninggalkan saya. Pemandangan malam yang tidak sempat saya nikmati karena terlalu capai, ngantuk dan kedinginan Setelah agak lama menunggu angkot dan tidak ada yang menuju tempat yang kami tuju, akhirnya kami memutuskan untuk naik bus saja. Namun rupanya bus pun tak banyak yang lewat di sana karena hari sudah agak malam. Kami tetap menunggu dan memaksakan diri bersabar, terutama saya yang butuh kesabaran ekstra karena ked

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 5: Pemandangan yang (Sangat/Cukup) Indah dari Puncak)

Ceritanya, kami pun berangkat menuju puncak yang terletak di selatannya masjid at-Ta’awun. Jaraknya tidak terlalu jauh, sekitar 500 meteran. Sekitar 200 meter ke arah selatan masjid kami menempuh jalan menurun yang beraspal menuju pintu yang akan mengantar kami ke jalan pintas menuju puncak. Dari masjid At-Ta’awun, sebenarnya ada dua jalan yang bisa ditempuh untuk menuju puncak: pertama jalan memutar yang agak jauh yang biasa digunakan untuk pengunjung berkendara, dan kedua jalan pintas yang hanya bisa dilalui pejalan kaki saja. Mengingat kami tidak membawa kendaraan pribadi, maka jalan kedua adalah pilihan yang tepat. Selain karena bisa menghemat banyak waktu karena jaraknya yang jauh lebih dekat daripada jalan pertama, jalan kedua ini juga cukup menantang untuk pertualangan yang lebih seru. Setelah sampai di pintu yang akan mengantar kami ke jalan pintas, ada seorang ibu-ibu yang mencegat kami dan meminta uang karcis Rp. 8.000,- tiap kepala. “Oh, memang harus bayar ya, Bu?” t

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 4: Masjid Indah Di Puncak Bogor)

Masjid At-Ta'awun yang diselimuti kabut Masjid At-Ta’awun merupakan masjid berkubah besar dengan gaya arsitektur Spanyol. Masjid ini di kelilingin kolam ikan yang juga berfungsi sebagai tempat membasuh kaki sebelum masuk masjid. Di pintu masuknya ada tempat penitipan sepatu gratis, namun di sisi jalan masuk masjid ada kotak amal yang bisa kita isi seikhlashnya. Di sebelah timur masjid terdapat air terjun kecil buatan yang dibentuk seperti sangkedan. Jika kita masuk ke dalam masjid, kita akan mendapatkan adanya café kecil yang menjual minuman hangat semacam kopi dan teh. Di sisi cafe ada tempat wudlu’ untuk pria. Sementara tempat wudlu’ untuk wanita dan tempat shalat mereka ada di lantai 2. Bagian dalam Masjid At-Ta'awun dengan ornamen minimalis Masjid At-Ta’wun dibangun dengan struktur yang terlihat kokoh. Dindingnya berwarna kopi susu dan separuhnya dilapisi marmer dan batu alam. Lantai masjid bagian luar juga dilapisi batu alam yang indah, sebagian lagi ada yang b

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 3: Perjalanan yang Sangat Melelahkan)

Setelah semuanya selesai shalat Dhuhur, kami bergegas untuk berangkat menuju puncak. Dari Ciawi, untuk sampai ke puncak kami naik angkot Colt L300 warna silver dan tiap orang dikenai tarif Rp. 10.000,-. Dari bodinya, mobil L300 ini nampaknya cukup mengkhawatirkan. Karat terlihat di beberapa bagian luar Mobil; kulit joknya sudah terkelupas semua sehingga menampakkan spon berwarna cokelat di dalamnya. Ketika saya masuk, bau tak sedap tercium oleh hidung saya, sangat mengganggu kenyamanan berkendara. Selain itu, keneknya yang berbadan gemuk dengan kulit hitam terbakar sinar matahari terlihat kurang begitu ramah. Nada bicaranya agak kasar, bahkan lebih kasar dari orang Madura. Dia memakai hem lengan pendek dan kancingnya tidak dipasang memperlihatkan perut buncitnya. Celana panjang hitam yang dikenakannya terlihat kusam. Saya lihat dia teriak-teriak mencari penumpang, padahal mobil sudah penuh. Mau ditaruh di mana lagi kalau ada penumpang? Saya saja duduknya tidak begitu nyaman, karena ha

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 2: Shalat Dhuhur di Masjid Al-Amaliyah)

Menjelang Dhuhur, kami tiba di Ciawi. Kami turun dari angkot di depan Universitas Djuanda, Bogor. Di sana sudah ada teman kami Luqman yang menunggu kami. Luqman mengajak kami untuk istirahat sejenak di Masjid Al-Amaliyah dan shalat Dhuhur di sana sebelum melanjutkan perjalanan ke Puncak. Masjid Al-Amaliyah adalah masjid yang terletak di depan Kampus Universitas Djuanda. Di sebelah barat masjid ada simpang empat Ciawi yang merupakan pintu masuk Tol Jagorawi, tol yang menghubungkan Bogor dengan Jakarta. Simpang empat ini sangat padat oleh kendaraan. Selain karena merupakan ruas utama jalan dari berbagai kabupaten, simpang empat ini juga merupakan pusat perbelanjaan. Bangunan Masjid Al-Amaliyah, Ciawi, Bogor Masjid Al-Amaliyan dibangun dengan gaya arsitektur yang sangat indah. Kami masuk dari pintu lantai dasar di sebelah barat. Ketika kami melewati pintu masuk ini, terbentang ruangan yang cukup luas untuk istirahat. Di sisi sebelah kanan ada tempat wudlu’ dan kamar kecil. Setel

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 1: Travel was Begining)

Perjalanan wisata kali ini menuju Puncak Cisarua Bogor Jawa Barat. Saya berangkat bersama rombongan peserta FTT-UI 2014 dari Annuqayah yang berjumlah delapan orang, yaitu: Ibnu Hajar, Ahmad Basili, Ahmad Marzuqi, Kholilullah, Moh. Amirullah, Mahasin Fannani, Fathur Rahim, dan A. Waritsh Hidayat. Setelah melepas lelah di asrama Makara Universitas Indonesia sehabis acara FTT, kami beres-beres dan memasukkan semua pakaian dan peralatan lainnya ke dalam tas dan koper. Mandi kami lakukan setelah semua persiapan beres. Baru setelah itu, sebelum kami berangkat, kami sarapan terlebih dahulu di kantin asrama Makara dan minum kopi bersama teman dari Jogja. Kami sarapan terlebih dahulu di kantin Wisma Makara UI sebelum berangka ke Bogor Sekitar jam 09.15 WIB, kami meninggalkan asrama Makara dengan bis kuning alias Bikun kampus UI yang biasa beroperasi mengitari area kampus mengantarkan para pelajar ke fakultas masing-masing secara gratis. Pada halte pertama setelah halte asrama, kami turu

Kata Siapa Hidup di Jakarta Enak?

Banyak orang beranggapan bahwa hidup di Jakarta itu enak. Kota terbesar di Indonesia yang menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi ini menjadi tujuan banyak urban. Mereka berbondong-bondong mendatangi kota ini dengan berbagai tujuan: mencari nafkah, kuliah, dan lain sebagainya. Memang benar bahwa segalanya ada di Jakarta. Kebutuhan hidup, pendidikan, tempat wisata, hotel, uang, dan semua pernak-pernik kehidupan lainnya tersedia di kota ini. Peralatan-peralatan canggih, pelayanan yang serba wah, informasi dan komunikasi tak perlu susah, pusat perbelanjaan tersebar di mana-mana, dan kemudahan-kemudahan lainnya memang terlihat sangat menjanjikan untuk kehidupan yang sejahtera. Namun, tahukah mereka bahwa Jakarta itu tak seindah yang terlihat oleh mata. Saya tidak akan menyinggung masalah banjir, karena banjir itu terjadinya hanya waktu hujan deras. Saya hanya akan menyinggung sedikit saja hal-hal yang dekat dalam keseharian warga. Hal-hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-ha

Maghrib

Waktu saya masih kanak-kanak dulu, setelah adzan maghrib adalah waktu yang sangat sakral. Orang-orang semuanya pulang dari tempat kerja, anak-anak pulang dari tempat bermainnya. Biasanya waktu itu saya ada di surau dan belajar mengaji. Sementara para orang tua biasanya bediam di dalam rumah sambil dzikiran atau memanjatkan doa-doa. Tidak ada orang yang berkeliaran di jalan-jalan desa hingga adzan Isya' tiba. Sejak sebelum adzan maghrib dikumandangkan, saya dan teman-teman sepermainan sudah berkumpul di halaman surau. Dan jika sempat, kami membersihkan surau bergotong-royong. Di masa kecil, kami terdidik dengan sangat baik walau kami tidak mengerti sepenuhnya untuk apa itu semua. Kini keadaan sudah jauh berbeda. Tidak ada lagi waktu sakral setelah Maghrib. Semua waktu sama saja. Walau adzan Maghrib sudah berkumandang, masih banyak orang yang sibuk dengan urusan dunianya. Televisi di rumah-rumah tetap nyala. Hanya segelintir saja yang masih ingat pada Al-Qurannya. Rukuh dan saja

Pengantin Wanita

Dalam seminggu saya sudah menghadiri beberapa acara pesta pernikahan. Dalam seminggu beberapa kali pula saya melihat pengantin berpasangan. Saya memperhatikan dandanan yang mereka pakai (dandanan ala pengantin pada umumnya). Ada satu hal yang saya dapatkan: pengantin selalu berdandan (lebih pasnya didandani) secara berlebihan alias menor. Dandanan seperti ini seakan sudah menjadi sebuah kelumrahan dalam dunia per-pengantin-an. Memang ada beberapa pengantin yang tidak sampai seperti itu. Hanya saja, sejauh pengamatan yang saya lakukan, biasanya pengantin (terutama yang wanita) didandani secara berlebihan. Mereka memakai bedak yang tebal, lipstik tebal, dan pewarna (pacar) yang berlebihan di beberapa bagian tubuhnya, seperti tangan, kaki, dan kuku. Dandanan seperti itu bagi saya (secara pribadi) bukan menambah cantik, tapi malah menambah tidak menarik. Penampilan mereka tidak lagi terlihat alami dan terkesan dibuat-buat, sangat dibuat-buat. Sebenarnya masalah utamanya tidak terletak