Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2014

Mata dan Telinga?

Setiap hari kita mendengar, membaca dan melihat berita di media, baik media cetak maupun elektronik. Tak jarang juga kita mendapatkan berita yang simpang siur; sebagian media memberitakan sesuatu yang bertentangan dengan media lainnya. Tentu saja hal ini akan membuat berita tersebut menjadi rancu dan membingungkan. Sebutlah sebagai contohnya berita tentang virus MERS yang booming akhir-akhir ini. Sebagian media menyebutkan bahwa virus tersebut berasal dari onta yang menyebar dan menginfeksi manusia. Di lain pihak, ada juga media yang menyebutkan bahwa kabar itu adalah fitnah. Virus MERS tidak berasal dari onta. Jika memang berasal dari onta, kenapa bukan pengembalanya yang terinfeksi pertama kali? Kita sebegai konsumen lantas merasa bingung, mana yang benar dan mana yang salah? Sebagai pihak yang tidak tahu, kita hanya bisa menerima saja apa yang diberitakan media. Masalahnya, jika media ini mengatakan 'iya' sementara media lain mengatakan 'tidak', mana yang merupaka

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 8: Curug Naga)

Kebahagiaan di Curug Naga, Megamendung, Bogor Rencananya jam 08.00 WIB kami sudah akan meninggalkan pesantren Fityatul Islam. Namun sebelum itu, kami diajakn Luqman untuk jalan-jalan ke Curug Naga. Tempat ini letaknya tidak jauh dari pesantren, tapi harus ditempuh dengan jalan kaki. Kendaraan memang bisa masuk, tapi tidak bisa sampai ke lokasi, sebab untuk sampai ke lokasi Curug Naga kami harus melewati jalan terjal dan berbatu. Kami berangkat dari pesantren sekitar jam 07.15 WIB dan tidak sampai 15 menit kemudian kami sudah sampai di lokasi. Berbeda dengan jalan setapak yang kami daki untuk sampai ke puncak Bogor, jalan setapak yang menuju Curug Naga lebih sempit, hanya muat satu orang. Kami tidak bisa jalan bergandeng, melainkan harus berjejer ke belakang. Luqman yang tahun jalan berada di paling depan menjadi guide kami. Jalan setapak yang berbatu itu cukup curam, tapi karena batu-batunya tertata dengan cukup baik, perjalanan menjadi tidak terlalu sulit. Jalan yang kami l

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 7: Pesantren Alam Tahfidzul Quran Fityatul Islam)

Pesantren Alam Tahfidhul Quran Fityatul Islam, Citameang Megamendung, Bogor Jam sudah menunjukkan pukul 21.30 WIB. Saya dan teman-teman barus saja tiba di pertigaan Unilever Cipayung Bogor. Luqman Yasir yang menjadi guide perjalanan kami sudah menunggu di sana. Dia juga sudah menyewa angkot yang akan membawa kami ke tempatnya. Tanpa membuang-buang waktu, kami langsung naik ke angkot sewaan itu. Angkot melaju dengan kecepatan sedang. Memang angkot itu tidak mungkin akan melaju dengan kecepatan tinggi karena jalan yang dilalui menanjak dan rusak di beberapa bagian. Kami yang ada di dalamnya sudah tidak kuat lagi menahan kantuk dan lelah. Saya pun tidak bisa bertahan tetap terjaga hingga tiba di tujuan, Pesantren Alam Tahfidhul Quran Fityatul Islam. Yang saya ingat jalan yang kami tempuh didominasi oleh tanjakan curam dan tikungan-tikungan tajam. Dari dalam mobil saya melihat kelap-kelip lampu kota (entah kota apa) di kejauhan. Dari itu saya dapat menyimpulkan bahwa kami sedang ber

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 6: Penderitaan di Dalam Bus)

Dengan baju dan celana yang masih basah, saya menyusul teman-teman yang sudah lebih dulu meninggalkan masjid ke jalan raya. Kami akan melanjutkan perjalanan menuju tempatnya Luqman sekaligus untuk beristirahat di sana di malam harinya. Hari sudah mulai gelap dan gemerlap lampu-lampu kota Bogor di kejauhan memperlihatkan pemandangan sangat indah. Tapi saya sudah terlalu lelah untuk menikmatinya. Saya hanya sempat mengabadikannya dengan kamera yang disetting khusus untuk menangkap pemandangan malam. Habis itu saya buru-buru menyusul teman-teman yang sudah jauh meninggalkan saya. Pemandangan malam yang tidak sempat saya nikmati karena terlalu capai, ngantuk dan kedinginan Setelah agak lama menunggu angkot dan tidak ada yang menuju tempat yang kami tuju, akhirnya kami memutuskan untuk naik bus saja. Namun rupanya bus pun tak banyak yang lewat di sana karena hari sudah agak malam. Kami tetap menunggu dan memaksakan diri bersabar, terutama saya yang butuh kesabaran ekstra karena ked

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 5: Pemandangan yang (Sangat/Cukup) Indah dari Puncak)

Ceritanya, kami pun berangkat menuju puncak yang terletak di selatannya masjid at-Ta’awun. Jaraknya tidak terlalu jauh, sekitar 500 meteran. Sekitar 200 meter ke arah selatan masjid kami menempuh jalan menurun yang beraspal menuju pintu yang akan mengantar kami ke jalan pintas menuju puncak. Dari masjid At-Ta’awun, sebenarnya ada dua jalan yang bisa ditempuh untuk menuju puncak: pertama jalan memutar yang agak jauh yang biasa digunakan untuk pengunjung berkendara, dan kedua jalan pintas yang hanya bisa dilalui pejalan kaki saja. Mengingat kami tidak membawa kendaraan pribadi, maka jalan kedua adalah pilihan yang tepat. Selain karena bisa menghemat banyak waktu karena jaraknya yang jauh lebih dekat daripada jalan pertama, jalan kedua ini juga cukup menantang untuk pertualangan yang lebih seru. Setelah sampai di pintu yang akan mengantar kami ke jalan pintas, ada seorang ibu-ibu yang mencegat kami dan meminta uang karcis Rp. 8.000,- tiap kepala. “Oh, memang harus bayar ya, Bu?” t