Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2014

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 4: Masjid Indah Di Puncak Bogor)

Masjid At-Ta'awun yang diselimuti kabut Masjid At-Ta’awun merupakan masjid berkubah besar dengan gaya arsitektur Spanyol. Masjid ini di kelilingin kolam ikan yang juga berfungsi sebagai tempat membasuh kaki sebelum masuk masjid. Di pintu masuknya ada tempat penitipan sepatu gratis, namun di sisi jalan masuk masjid ada kotak amal yang bisa kita isi seikhlashnya. Di sebelah timur masjid terdapat air terjun kecil buatan yang dibentuk seperti sangkedan. Jika kita masuk ke dalam masjid, kita akan mendapatkan adanya café kecil yang menjual minuman hangat semacam kopi dan teh. Di sisi cafe ada tempat wudlu’ untuk pria. Sementara tempat wudlu’ untuk wanita dan tempat shalat mereka ada di lantai 2. Bagian dalam Masjid At-Ta'awun dengan ornamen minimalis Masjid At-Ta’wun dibangun dengan struktur yang terlihat kokoh. Dindingnya berwarna kopi susu dan separuhnya dilapisi marmer dan batu alam. Lantai masjid bagian luar juga dilapisi batu alam yang indah, sebagian lagi ada yang b

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 3: Perjalanan yang Sangat Melelahkan)

Setelah semuanya selesai shalat Dhuhur, kami bergegas untuk berangkat menuju puncak. Dari Ciawi, untuk sampai ke puncak kami naik angkot Colt L300 warna silver dan tiap orang dikenai tarif Rp. 10.000,-. Dari bodinya, mobil L300 ini nampaknya cukup mengkhawatirkan. Karat terlihat di beberapa bagian luar Mobil; kulit joknya sudah terkelupas semua sehingga menampakkan spon berwarna cokelat di dalamnya. Ketika saya masuk, bau tak sedap tercium oleh hidung saya, sangat mengganggu kenyamanan berkendara. Selain itu, keneknya yang berbadan gemuk dengan kulit hitam terbakar sinar matahari terlihat kurang begitu ramah. Nada bicaranya agak kasar, bahkan lebih kasar dari orang Madura. Dia memakai hem lengan pendek dan kancingnya tidak dipasang memperlihatkan perut buncitnya. Celana panjang hitam yang dikenakannya terlihat kusam. Saya lihat dia teriak-teriak mencari penumpang, padahal mobil sudah penuh. Mau ditaruh di mana lagi kalau ada penumpang? Saya saja duduknya tidak begitu nyaman, karena ha

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 2: Shalat Dhuhur di Masjid Al-Amaliyah)

Menjelang Dhuhur, kami tiba di Ciawi. Kami turun dari angkot di depan Universitas Djuanda, Bogor. Di sana sudah ada teman kami Luqman yang menunggu kami. Luqman mengajak kami untuk istirahat sejenak di Masjid Al-Amaliyah dan shalat Dhuhur di sana sebelum melanjutkan perjalanan ke Puncak. Masjid Al-Amaliyah adalah masjid yang terletak di depan Kampus Universitas Djuanda. Di sebelah barat masjid ada simpang empat Ciawi yang merupakan pintu masuk Tol Jagorawi, tol yang menghubungkan Bogor dengan Jakarta. Simpang empat ini sangat padat oleh kendaraan. Selain karena merupakan ruas utama jalan dari berbagai kabupaten, simpang empat ini juga merupakan pusat perbelanjaan. Bangunan Masjid Al-Amaliyah, Ciawi, Bogor Masjid Al-Amaliyan dibangun dengan gaya arsitektur yang sangat indah. Kami masuk dari pintu lantai dasar di sebelah barat. Ketika kami melewati pintu masuk ini, terbentang ruangan yang cukup luas untuk istirahat. Di sisi sebelah kanan ada tempat wudlu’ dan kamar kecil. Setel

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 1: Travel was Begining)

Perjalanan wisata kali ini menuju Puncak Cisarua Bogor Jawa Barat. Saya berangkat bersama rombongan peserta FTT-UI 2014 dari Annuqayah yang berjumlah delapan orang, yaitu: Ibnu Hajar, Ahmad Basili, Ahmad Marzuqi, Kholilullah, Moh. Amirullah, Mahasin Fannani, Fathur Rahim, dan A. Waritsh Hidayat. Setelah melepas lelah di asrama Makara Universitas Indonesia sehabis acara FTT, kami beres-beres dan memasukkan semua pakaian dan peralatan lainnya ke dalam tas dan koper. Mandi kami lakukan setelah semua persiapan beres. Baru setelah itu, sebelum kami berangkat, kami sarapan terlebih dahulu di kantin asrama Makara dan minum kopi bersama teman dari Jogja. Kami sarapan terlebih dahulu di kantin Wisma Makara UI sebelum berangka ke Bogor Sekitar jam 09.15 WIB, kami meninggalkan asrama Makara dengan bis kuning alias Bikun kampus UI yang biasa beroperasi mengitari area kampus mengantarkan para pelajar ke fakultas masing-masing secara gratis. Pada halte pertama setelah halte asrama, kami turu

Kata Siapa Hidup di Jakarta Enak?

Banyak orang beranggapan bahwa hidup di Jakarta itu enak. Kota terbesar di Indonesia yang menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi ini menjadi tujuan banyak urban. Mereka berbondong-bondong mendatangi kota ini dengan berbagai tujuan: mencari nafkah, kuliah, dan lain sebagainya. Memang benar bahwa segalanya ada di Jakarta. Kebutuhan hidup, pendidikan, tempat wisata, hotel, uang, dan semua pernak-pernik kehidupan lainnya tersedia di kota ini. Peralatan-peralatan canggih, pelayanan yang serba wah, informasi dan komunikasi tak perlu susah, pusat perbelanjaan tersebar di mana-mana, dan kemudahan-kemudahan lainnya memang terlihat sangat menjanjikan untuk kehidupan yang sejahtera. Namun, tahukah mereka bahwa Jakarta itu tak seindah yang terlihat oleh mata. Saya tidak akan menyinggung masalah banjir, karena banjir itu terjadinya hanya waktu hujan deras. Saya hanya akan menyinggung sedikit saja hal-hal yang dekat dalam keseharian warga. Hal-hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-ha

Maghrib

Waktu saya masih kanak-kanak dulu, setelah adzan maghrib adalah waktu yang sangat sakral. Orang-orang semuanya pulang dari tempat kerja, anak-anak pulang dari tempat bermainnya. Biasanya waktu itu saya ada di surau dan belajar mengaji. Sementara para orang tua biasanya bediam di dalam rumah sambil dzikiran atau memanjatkan doa-doa. Tidak ada orang yang berkeliaran di jalan-jalan desa hingga adzan Isya' tiba. Sejak sebelum adzan maghrib dikumandangkan, saya dan teman-teman sepermainan sudah berkumpul di halaman surau. Dan jika sempat, kami membersihkan surau bergotong-royong. Di masa kecil, kami terdidik dengan sangat baik walau kami tidak mengerti sepenuhnya untuk apa itu semua. Kini keadaan sudah jauh berbeda. Tidak ada lagi waktu sakral setelah Maghrib. Semua waktu sama saja. Walau adzan Maghrib sudah berkumandang, masih banyak orang yang sibuk dengan urusan dunianya. Televisi di rumah-rumah tetap nyala. Hanya segelintir saja yang masih ingat pada Al-Qurannya. Rukuh dan saja