Langsung ke konten utama

Catatan Perjalanan ke Bogor (Bagian 1: Travel was Begining)

Perjalanan wisata kali ini menuju Puncak Cisarua Bogor Jawa Barat. Saya berangkat bersama rombongan peserta FTT-UI 2014 dari Annuqayah yang berjumlah delapan orang, yaitu: Ibnu Hajar, Ahmad Basili, Ahmad Marzuqi, Kholilullah, Moh. Amirullah, Mahasin Fannani, Fathur Rahim, dan A. Waritsh Hidayat. Setelah melepas lelah di asrama Makara Universitas Indonesia sehabis acara FTT, kami beres-beres dan memasukkan semua pakaian dan peralatan lainnya ke dalam tas dan koper. Mandi kami lakukan setelah semua persiapan beres. Baru setelah itu, sebelum kami berangkat, kami sarapan terlebih dahulu di kantin asrama Makara dan minum kopi bersama teman dari Jogja.

Kami sarapan terlebih dahulu di kantin Wisma Makara UI
sebelum berangka ke Bogor
Sekitar jam 09.15 WIB, kami meninggalkan asrama Makara dengan bis kuning alias Bikun kampus UI yang biasa beroperasi mengitari area kampus mengantarkan para pelajar ke fakultas masing-masing secara gratis. Pada halte pertama setelah halte asrama, kami turun untuk mengantar dua teman kami, Suryadi dan Sunardi, untuk kembali ke tempat mereka mengabdi, PP. Darul Hikmah, Bekasi Selatan. Setelah itu kami menyeberangi jalan lewat jembatan layang untuk mencari bis kota yang menuju Ciawi, Bogor. Teman kami, Luqman, yang akan menjadi guide kami akan menjemput kami di kota tersebut. Setelah bertanya-tanya pada masyarakat setempat, ternyata tidak ada bis yang lansung ke Ciawi. Untuk sampai ke sana, kami harus transit di beberapa terminal. Setelah melalui beberapa pertimbangan dan berembuk bersama teman-teman, akhirnya kami putuskan untuk naik KRL dari stasiun UI menuju stasiun Bogor. Akhirnya kami kembali menyebrang lewat jembatan layang untuk naik bikun dan berhenti di depan stasiun UI. Syukurlah, kami tidak usah menunggu terlalu lama untuk berangkat. Kebetulan KRL yang menuju stasiun Bogor tepat berhenti setelah kami masuk stasiun. Dengan tiket seharga Rp. 7.500,- kami pun menuju Stasiun Bogor.

KRL atau Komuter Line adalah media transportasi massal yang banyak diminati warga Jabodetabek. Terbukti saat kami masuk gerbong kereta, di dalam sudah penuh dengan penumpang. Kami tidak mendapat tempat duduk, jadi kami pun terpaksa berdiri. Beruntunglah di stasiun berikutnya ada banyak penumpang yang turun sehingga kami pun bisa duduk di sisa perjalanan.

Tidak memakan waktu yang lama, kami sudah sampai di stasiun Bogor. Sekitar jam 10.30 WIB kami sudah keluar dari stasiun dan mencari angkot jurusan Ciawi. Ternyata angkot yang kami cari juga tidak ada di stasiun Bogor. Terpaksa kami naik angkot seadanya meski harus transit di tengah jalan. Angkot yang ukurannya sedang itu rasanya sudah penuh oleh kami bersembilan. Tapi rupanya masih ada penumpang lain di dalam angkot. Mereka adalah dua gadis pelajar SMA yang mungkin baru pulang dari sekolah. Angkot berangkat dengan beban yang cukup berat. Sebab selain kami, barang-barang yang kami bawa bobotnya juga lumayan. 15 menit sudah berlalu sejak kami tinggalkan stasiun Bogor. Dua gadis pelajar yang satu angkot dengan kami tadi juga sudah turun. Karena kami tidak tahu jalan, maka kami pun bertanya pada supir angkot.

“Pak, kalau ke Ciawi transitnya di mana ya, Pak?” tanya salah seorang dari kami.

“Kalau kalian mau diantar, boleh” jawab supir angkot tersebut

“Emang berapa kalau langsung ke Ciawi, Pak?” tanyaku

“Tujuh ribu” jawabnya. Kami bisik-bisik berembuk untuk memutuskan enaknya bagaimana.

“Terserah kalian saja. Kalau mau pindah angkot turunnya di sini. Klo mau dianterin ongkosnya tujuh ribu tiap orang. Sama saja lah, dek. Nanti kalian naik angkot ke Ciawi masih juga harus bayar empat ribu” kata si sopir.

Akhirnya kami sepakat untuk diantar langsung ke Ciawi. Walau pada akhirnya kami tahu bahwa ongkos angkot itu sebenarnya tidak sampai empat ribu, tapi hanya tiga ribu.

Sayangnya perjalanan yang kami tempuh untuk sampai ke Ciawi tidak berjalan lancar. Sebab, sebelum tiba di Ciawi ada patroli polisi. Angkot yang kami naiki bukan angkot daerah itu. Artinya jika ketahuan beroperasi bukan pada daerahnya, maka akan dikena denda. Pak Sopir tidak mau tanggung resiko kena denda, akibatnya kami harus menunggu sekitar setengah jam hingga patroli itu berlalu. Seperti main kucing-kucingan saja!