Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2014

Pengantin Wanita

Dalam seminggu saya sudah menghadiri beberapa acara pesta pernikahan. Dalam seminggu beberapa kali pula saya melihat pengantin berpasangan. Saya memperhatikan dandanan yang mereka pakai (dandanan ala pengantin pada umumnya). Ada satu hal yang saya dapatkan: pengantin selalu berdandan (lebih pasnya didandani) secara berlebihan alias menor. Dandanan seperti ini seakan sudah menjadi sebuah kelumrahan dalam dunia per-pengantin-an. Memang ada beberapa pengantin yang tidak sampai seperti itu. Hanya saja, sejauh pengamatan yang saya lakukan, biasanya pengantin (terutama yang wanita) didandani secara berlebihan. Mereka memakai bedak yang tebal, lipstik tebal, dan pewarna (pacar) yang berlebihan di beberapa bagian tubuhnya, seperti tangan, kaki, dan kuku. Dandanan seperti itu bagi saya (secara pribadi) bukan menambah cantik, tapi malah menambah tidak menarik. Penampilan mereka tidak lagi terlihat alami dan terkesan dibuat-buat, sangat dibuat-buat. Sebenarnya masalah utamanya tidak terletak

Menyikapi Bencana

Meletusnya gunung Kelud melahirkan banyak opini yang beragam. Ada yang melihatnya dari sisi geografi, sosial, dan religi. Yang menarik adalah opini bahwa meletusnya gunung Kelud merupakan teguran dari Tuhan kepada manusia yang sudah tidak lagi mengingatnya. Bahkan ada yang mengkaitkan waktu terjadinya letusan dengan ayat al-Quran, walaupun tentunya secara logika itu tidak masuk akal. Sebab waktu satu daerah dengan daerah lain tidak sama. Terlepas dari hal itu, sebagai umat beragama, kita memang harus yakin bahwa tindakan Tuhan itu kadang tidak mengikuti hukum alam. Jika memang ini diyakini sebagai sebuah teguran, sudah merupakan keharusan bagi orang yang menyadarinya melakukan intropeksi diri terlebih dahulu sebelum mengintropeksi orang lain. Sebab "Sesungguhnya dalam hal itu ada tanda-tanda (kekuasaanNya) bagi orang-orang yang befikir", yaitu orang-orang yang mau menyadari adanya teguran dalam setiap kejadian yang (utamanya) menyakitkan. Lalu bagaimana dengan orang yang

SIM

Tidak seharusnya mengujikan sesuatu yang tidak diajarkan. Semua guru sepakat akan hal ini. Jika berkendara tanpa SIM itu adalah sebuah pelanggaran, lalu bagaimana caranya mendapatkan SIM tanpa berkendara?. Berkendara bukanlah teori yang bisa diajarkan di sekolah-sekolah. Untuk bisa berkendara butuh praktek langsung. Lantas kemudian ada ujian untuk mendapatkan SIM?? Lucu? Ya memang lucu. Bagaimana peserta akan tahu apa yang akan mereka hadapi dalam ujian jika sebelumnya tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk berkendara, karena berkendara tanpa SIM itu tidak boleh (kecuali bagi para pelanggar, atau kecuali jika aturan ini hanya berlaku di kota). Memang apa yang telah dilakukan aparat yang bertugas kok bisa-bisanya mengadakan ujian? Seharusnya prosedur mendapatkan SIM tidak hanya sebatas ujian saja, tapi melalui proses pendidikan berkendara. Setidaknya dengan mengadakan pelatihan berkendara yang baik dan penyuluhan lalu lintas untuk masyarakat yang ingin memiliki SIM. Baru setelah i