Langsung ke konten utama

Kata Siapa Hidup di Jakarta Enak?

Banyak orang beranggapan bahwa hidup di Jakarta itu enak. Kota terbesar di Indonesia yang menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi ini menjadi tujuan banyak urban. Mereka berbondong-bondong mendatangi kota ini dengan berbagai tujuan: mencari nafkah, kuliah, dan lain sebagainya.

Memang benar bahwa segalanya ada di Jakarta. Kebutuhan hidup, pendidikan, tempat wisata, hotel, uang, dan semua pernak-pernik kehidupan lainnya tersedia di kota ini. Peralatan-peralatan canggih, pelayanan yang serba wah, informasi dan komunikasi tak perlu susah, pusat perbelanjaan tersebar di mana-mana, dan kemudahan-kemudahan lainnya memang terlihat sangat menjanjikan untuk kehidupan yang sejahtera.

Namun, tahukah mereka bahwa Jakarta itu tak seindah yang terlihat oleh mata. Saya tidak akan menyinggung masalah banjir, karena banjir itu terjadinya hanya waktu hujan deras. Saya hanya akan menyinggung sedikit saja hal-hal yang dekat dalam keseharian warga. Hal-hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari warga Jakarta.

Memang banyak gedung-gedung menjulang megah di sana, tapi itu milik siapa? Sementara di sisi lain, masih banyak rumah-rumah tak layak huni yang dijadikan tempat tinggal keluarga. Pernahkah kita mendapatkan hunian gedung ukuran 3x4 meter di desa? di Jakarta banyak. Pernahkah kita menemukan air hitam bau menjijikkan di sungai yang besar? di Jakarta banyak. Pernahkah kita menghirup udara kotor penuh polusi yang merusak kesehatan di jalan-jalan desa? di Jakarta sudah biasa.

Jakarta, ikon kemacetan Indonesia. Tak perlu heran jika jalan-jalan di sana penuh kendaraan. Bahkan jalan yang tersedia sudah tidak mampu lagi menampung kendaraan yang melewatinya. Jika kita mempunyai waktu 24 jam dalam sehari, maka 3 jam harus kita habiskan di jalan raya. Buat apa? Macet. Waktu 3 jam itu tidak sebentar. Namun selama itu kita terpaksa berada di jalan tanpa melakukan apapun. Jalan bukan tujuan, tapi kita harus menghabiskan banyak umur kita di sana. Sangat tidak efisien!

Di samping itu, Jakarta adalah kota yang tak kenal istirahat. Aktivitas di sana tidak pernah berhenti baik siang maupun malam. Ini bukanlah keinginan, tapi tuntutan. Sebab jika aktivitas itu dihentikan, maka akan berakibat fatal bagi kehidupan di sana. Jakarta adalah gudangnya boneka-boneka sistem yang harus tunduk seperti budak kepada sistem tersebut. Manusia tak ubahnya mesin pekerja yang diatur untuk bekerja sesuai dengan keinginan sistem. Jika tidak, maka dia akan tersingkir. Jika sudah seperti itu, maka kerja tidak lagi kenal waktu. Jam 2 dini hari pun jika ada permintaan dari sistem untuk bekerja ya harus berangkat. Lupakan dulu bantal dan kasur yang hangat! Pertanyaannya, jika waktu yang kita miliki habis untuk bekerja, lalu kapan kita akan menikmati hasil pekerjaan kita itu?

Belum lagi masalah bising, hampir semua sektor kehidupan masyarakat Jakarta digerakkan oleh mesin. Kendaraan bermotor, eskalator, ATM, AC, mesin cuci, kereta, kulkas, pompa air, komputer, ponsel, penghisap debu, bahkan sampai pemotong rumput, semuanya memakai mesin. Hampir seluruh kehidupan di Jakarta tak ada yang lepas dari putaran gear. Ambillah satu contoh Air Conditioner atau AC. Memang enak bisa menghirup udara bersih dan sejuk di tengah panasnya ibu kota. Udara buatan itu sangat memanjakan dan membuat terlena, sehingga kita lupa bahwa AC tersebut juga menimbulkan suara bising. Selain bising mesin, masih banyak suara-suara bising lainnya yang cukup mengganggu ketenangan. Suara klakson, gesekan ban dengan jalan, gesekan roda kereta dengan rel, dan sejenisnya bukanlah suara-suara yang enak didengar.

Hidup di Jakarta tidak akan pernah lepas dari hal-hal di atas. Bising, polusi, macet, kotor, hunian tanpa halaman, dan menjadi budak sistem. Masihkah anda berminat untuk ke Jakarta? Anda lebih berhak atas hidup anda. :)