Langsung ke konten utama

Mata dan Telinga?

Setiap hari kita mendengar, membaca dan melihat berita di media, baik media cetak maupun elektronik. Tak jarang juga kita mendapatkan berita yang simpang siur; sebagian media memberitakan sesuatu yang bertentangan dengan media lainnya. Tentu saja hal ini akan membuat berita tersebut menjadi rancu dan membingungkan.

Sebutlah sebagai contohnya berita tentang virus MERS yang booming akhir-akhir ini. Sebagian media menyebutkan bahwa virus tersebut berasal dari onta yang menyebar dan menginfeksi manusia. Di lain pihak, ada juga media yang menyebutkan bahwa kabar itu adalah fitnah. Virus MERS tidak berasal dari onta. Jika memang berasal dari onta, kenapa bukan pengembalanya yang terinfeksi pertama kali? Kita sebegai konsumen lantas merasa bingung, mana yang benar dan mana yang salah? Sebagai pihak yang tidak tahu, kita hanya bisa menerima saja apa yang diberitakan media. Masalahnya, jika media ini mengatakan 'iya' sementara media lain mengatakan 'tidak', mana yang merupakan fakta dan harus kita percaya?

Media adalah mata dan telinga kita. Dengan media kita dapat melihat sesuatu yang tidak bisa kita lihat dengan mata kepala. Dengan media kita dapat mendengar kejadian yang ada di tempat yang jauh di sana. Dengan media kita bisa mengetahui sesuatu yang berada di luar jangkaun kita. Namun, haruskah kita mempercayai semua yang diberitakan media jika mata kepala kita saja dapat tertipu oleh fatamorgana? Akankah kita selalu mengiyakan apa yang dikatakan media sementara kita tidak tahu kebenarannya?

Hari ini tidak ada lagi 'Al-Amien' yang bisa kita percaya seutuhnya. Sebagai gantinya, dalam ilmu hadits ada istilah 'mutawatir' yang bisa kita jadikan pegangan. Tapi, mungkinkah ada kabar yang 'mutawatir' saat ini? Mengingat bahwa kebebasan pers terkadang disalahgunakan untuk kepentingan komersil belaka.

Kita butuh media yang jujur sebagai perpanjangan mata dan telinga kita. Jika tidak ada yang jujur, ya sudah, mending baca komik saja.