“Apa itu, Pak?.” “Makanan.” “Buat apa?.” “Buat sesajen.” “Sesajen?.” “Iya, makanan ini akan Bapak persembahkan kepada sebuah pohon keramat yang mempunyai kekuatan ghaib.” “Pohon?.” ‘Iya, pohon itu terletak di pinggir hutan, pohon itu sangat besar, kelilingnya sekitar 50 langkah.” “Wah!, besar sekali, Pak!.” “Namanya saja pohon yang punya kekuatan ghib, jadi pantas saja kalau besar, biar lain dari yang lain, dan lagi agar pohon itu tidak mudah roboh kali ya?.” “Memangnya kalau roboh kenapa, Pak?.” “Mungkin kekuatannya akan musnah.” “Kalau begitu kan bukan sakti namanya, Pak?.” “Hus!, jangan bilang begitu, nanti bisa kualat kamu!. Oh ya, Ibumu mana?, suruh dia siapkan makan malam, Bapak mau mengantarkan makanan ini dulu ke pinggir hutan.” “Baik, Pak.” “Apa itu, Pak?.” “Makanan.” “Buat apa?.” “Buat sesajen.” “Seperti yang kemarin ya?.” “Iya, tapi yang sekarang agak beda.” “Apanya yang beda, Pak?.” “Macamnya, kalau kemarin cuma nasi jagung dengan tahu, sekarang nasi putih sama tempe.” “Bo...
a little bit of Faruq's world