Langsung ke konten utama

Mahsyar Ibu

Langit. Ah, tidak ada langit, awanpun tidak ada, yang ada hanya kosong. Kosong tanpa apa-apa, aku tidak bisa mengungkapkan apa yang aku lihat, sungguh di luar nalar. Aku berdiri bersama seluruh penduduk bumi dari zamannya nabi Adam sampai al-Mahdi, semua sama-sama telanjang. Tapi heran, kok tidak tidak ada rasa malu? Kok tidak ada yang bernafsu satu sama lain? Kok tidak seperti dulu yang hanya dengan telanjang dada sudah cukup membuat darah berdesir? Padahal semua orang telanjang tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh mereka. Sungguh tidak masuk akal, bahkan untuk berfikir bagaimana ini semua bisa terjadi pun tidak sempat, karena semua orang sibuk dengan keadaan masing-masing. Semua tidak lagi memikirkan apa dan bagaimana.
Semua katakutan, kepanasan, kehausan, dan tidak betah berada di tempat itu, yaitu tempat penyidangan umat manusia untuk mempertanggung jawabkan amal ibadahnya selama hidup di dunia.
Terdengar suara petir menggelegar, menakutkan sekali. Tapi di atas sana tidak terlihat kilat. Ctarr…! Sekali lagi terdengar suara petir lebih keras dan menakutkan. Semua orang keluar keringat dingin, oh, tidak bukan keringat dingin, yang ada hanya kucuran peluh yang panas mendidih. Terlihat beberapa malaikat datang dan duduk di singgasana pengadilan. Ada yang berwajah sangar dan menakutkan. Ada yang bersayap sutera putih bersinar. Ada yang berwajah tanpan, eh bukan tapi cantik, namun cantik juga bukan yang ada hanya rasa senang ketika memandangnya. Ada yang berlidah luar biasa banyak. Ada yang bertubuh es dan api. Sepertinya semua istilah yang sudah kuhafal dulu sewaktu di dunia sudah tidak cocok lagi di pakai di sini. Semua telah berubah.
Aku ketakutan, kakiku gemetar, mataku nanar. Sebentar lagi aku akan disidang untuk mempertanggung jawabkan semua amalku selama hidup di dunia. Aku ketakutan sekali, karena aku sadar bahwa amal perbuatannku yang telah kulakukan di dunia dulu tidak ada yang baik, toh walaupun ada tidak mungkin tercatat sebagai kebaikan, karena aku mengerjakan itu semua tanpa berlandaskan ilmu pengetahuan. Selama di dunia aku ini bodoh baik ilmu agama apalagi ilmu umum. Aku tidak pernah belajar tata cara beribadah yang benar kacuali dari apa yang telah bapak ajarkan kepadaku. Aku pikir itu semua salah orang tuaku, mengapa mereka tidak menyekolahkannku dulu?, padahal sekolah banyak sekali jumlahnya. Mengapa aku disuruh berdagang mencari nafkah, padahal aku masih memiliki ilmu yang sangat dangkal. Ya, ini semua salah orang tuaku, jadi aku tidak usah risau lagi akan masuk neraka karena aku sudah memiliki alasan yang cukup kuat. Toh walau pun nanti harus masuk neraka, minimal kedua orang tuaku juga ikut ke sana sebagai akibat dari kesalahan mereka tidak menyekolahkan aku sehingga tidak punya bekal di sini. Tapi bukankah kedua orang tuaku juga tidak tahu tentang pentingnya ilmu pengetahuan? Bukankah mereka juga tidak tahu kalau menuntut ilmu itu wajib hukumnya. Lamunanku buyar ketika kudengar malaikat yang bertubuh paling besar berusara
“Kufanda el-Melik” suaranya menggelegar tak kalah menakutkan dari suara petir tadi. Terlihat seorang laki-laki maju ke depan dengan muka kusam menunjukkan penyesalan yang sangat mendalam.
“Di mana tempatnya” tanya malaikat yang bertubuh paling besar tadi.
“Neraka” jawab malaikat bersayap sutra putih bercahaya. Laki-laki itu kelihatan ketakutan sekali, wajahnya makin kelam.
“Apa yang membuatnya masuk neraka?”
“Dia murtad dan keluar dari agama Tuhan”
“Banar bagitu?” tanya malaikat bertubuhbesar itu lagi. Laku-laku itu mengangguk perlahan
“Apa ada sanggahan?” tanyanya lagi.
“Tapi tuan malaikat, bukankah aku cuma menyembahnya tidak sampai menuhankannya” Laki-laki itu membela diri
“Sama saja, itu juga syirik tahu” bentak malaikat pimpinan sehingga wajah lelaki itu pucat pasi bagai kain kafan, kemudian berubah menjadi lebih kusam dari mukanya yang tadi bahkan lebih kusam dibanding muka anak jalanan yang kulihat di jalanan dulu, yang selama beberapa hari atau bahkan beberapa minggu tidak setetes airpun hinggap di tubuhnya.
“Lemparkan dia ke neraka!” perintahnya. Serentak malaikat yang berwajah garang dan menakutkan mengambilnya lalu melemparkannya ke neraka. Aku ngeri melihatnya. Dalam hati aku mengharap sidangku di perlambat, karena aku sudar kalau aku tidak ada harapan untuk masuk surga, dengan begitu aku akan lebih sebentar berada di neraka walapun hanya beberapa menit. Tak lama kemudian, malaikat yang bertubuh besar itu memanggil orang selanjutnya untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di dunia.
“Annisa” suaranya menggelegar. Terlihat seorang wanita maju ke depan.
“Di mana tempatnya” tanyanya.
“Neraka” jawab malaikat bersayap sutera.
“Apa yang membuatnya masuk neraka?”
“Amal perbuatannya sangat banyak, tetapi dia melakukan semua itu tanpa landasan ilmu sehingga semua amal dan ibadahnya tidak bernilai apa-apa”
“Apa ada sanggahan?” tanyanya pada wanita itu
“Saya tidak dapat mungkir lagi. Memang benar semua amal dan ibadah saya di dunia tidak bernilai karena kebodohannku. Tapi di samping itu aku telah membiayai anakku mondok di sebuah pesantren sehingga ia menjadi orang alim dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apaka tidak ada keringanan untukku?” tanya wanita itu.
“Kalau begitum coba panggil anaknya” perintahnya. Tak lama kemudian seorang laki-laki berwajah tanpan dan bercahaya maju ke depan dengan tenangnya. Ia berdiri tegak di hadapan kursi sidang.
“Apa benar wanita ini ibumu?” tanyanya.
“Benar, tuan malaikat”
“Apa benar dia yang telah membiayai pendidikanmu?”
“Benar, tuan malaikat” jawab laki-laki itu, “dia yang telah membiayai semua biaya pendidikanku. Kalau tidak ada wanita ini, tidak mungkin saya bisa menjadi alim betaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dialah yang telah memeberikan jalan sehingga saya bisa menuju jalan yang benar, yaitu jalan yang diridhai oleh Tuhan”
“Kalau begitu, masukkan wanita dan laki-laki ini ke surga” perintahnya. Setelah itu aku kembali terpekur dengan nasibku sendiri. Dalam hati aku berguma, alangkah beruntungnya wanita tadi. Oh ya, bukankan aku juga telah membiayai anakku sekolah hingga ia menjadi sarjana, saya kira anakku selama ini sudah banyak beramal baik untuk sesamanya. Siapa tahu aku kecipratan pahalanya, bukankah aku yang telah menyekolahkannya sehingga ia pintar dan kaya raya dan bisa berinfak yang banyak untuk fakir miskin. Aku masih punya harapan untuk bisa selamat dari neraka, bahkan ada kemungkinan aku masuk surga. Jadi buat apa aku risau lagi untuk menghadapai sidang ini?
“Ellisa Jomiharto” terdengar lagi panggilan menggelegar dari malaikat bertubuh paing besar itu. Sungguh ketepatan sekali, setelah aku menemukan jalan untuk lolos dari neraka aku dipanggil. Ini merupakan keberuntungan besar. Aku kira di sini tidak ada lagi keberuntungan, ternyata masih ada.
“Di mana tempatnya?” tanyanya.
“Neraka”
“Kenapa di neraka?”
“Sama dengan wanita tadi, semua amal ibadahnya tidak bernilai karena tidak dilandasi dengan pengetahuan”. Aku tetap tenang mendengarnya.
“Apa ada sanggahan?” tanya malaikat berbadan paling besar
“Begini, tuan malaikat. Saya tahu kalau semua amal ibadah saya tidak bernilai karena tidak berlandaskan ilmu yang memadai. Tapi tuan malaikat, bukankah saya sudah membiayai anak saya untuk sekolah sehingga ia menjadi pintar dan banyak beramal untuk kepentingan sesama manusia?”
“Betulkah begitu?” tanya malaikat itu.
“Di sini tidak ada catatannya” jawab malaikat bersayap sutera putih.
“Coba panggil anaknya” perintahnya. Tak lama kemudian seorang wanita yang tak lain adalah anakku sendiri maju ke hadapan sidang.
“Apa betul ini ibu kamu?” tanya malaikat itu.
“betul, ini ibu saya”
“Apakah dia yang telah membiayai semua biaya sekolahmu?”
“Sepertinya tidak” jawab wanita itu. Aku sangat terkejut mendengarnya.
“Bagaimana bisa?” tanyaku heran
“Maaf, tuan malaikat. Uang yang telah dikeluarkan oleh wanita ini semuanya tidak ada yang masuk ke biaya sekolah, karena semua biaya sekolahku sudah ditanggung oleh pemerintah”
“Lalu kemana uang yang telah kukeluarkan itu, kamana uang puluhan juta yang sudah jelas-jelas kuberikan kepadamu?” tanyaku kepada wanita itu.
“Maaf, Bu. Uang itu semuanya kugunakan untuk mentraktir teman-teman setiap kali aku menjadi juara kelas”
“Jadi…..” aku makin panik.
“Semua uang itu sia-sia” jawab wanita itu tanpa beban.
“Sayang sekali” kata malaikat yang betubuh paling besar, “semua uang yang telah kamu keluarkan itu sia-sia. Uang yang telah kamu keluarkan tidak bernilai ibadah karena anakmu tidak butuh biaya pendidikan, semua biaya pendidikannya sudah ditanggung oleh pemerintah sehingga uang yang kau keluarkan tidak bernilai apa-apa”
“Tapi, tuan malaikat…” aku tak bisa lagi melanjutkan kata-kataku ketika malaikat berwajah sangar memegang tubuhku dan meemparkanku ke jurang neraka
Guluk-Guluk, 09 Maret 2007