Langsung ke konten utama

Akhirat Berbonus Dunia, Demak Berbonus Gado-Gado

من كان يريد حرث الآخرة نزد له في حرثه، ومن كان يريد حرث الدنيا نؤته منها وما له في الآخرة من نصيب

Ayat al-Quran yang kira-kira artinya begini, "Barang siapa melakukan sesuatu untuk akhirat, niscaya Kami tambahkan penghasilannya. Barang siapa melakukan sesuatu untuk dunia, maka kami berikan baginya dunia, tetapi di akhirat dia tidak akan mendapatkan apa-apa"

Saya awali bagian ini dengan sebuah ayat al-Quran karena ada momen membahagiakan yang kami alami. Yah, paling tidak setelah dihajar habis-habisan oleh gaya brutal Ghost Rider, saya bisa sumringah bahagia di pembuka malam ke-24 bulan puasa tahun ini.

Setelah meneguk satu botol air mineral dingin di depan Alfamart, perjalanan pun kami lanjutkan. Tujuannya bukan untuk melahap jalanan sejauh mungkin, tetapi mencari tempat untuk istirahat, entah itu masjid atau rumah makan, yang ketemu duluan, di sanalah kami akan singgah. Meski yah, jujur rumah makan lebih kami harapkan. Alasannya sederhana, rumah makan biasanya menyediakan tempat shalat, sementara tempat shalat tidak menyediakan rumah makan.

Lalu takdir menentukan kami bertemu dengan masjid duluan. Masjid yang akan menampung kami kali ini adalah Masjid Jami Purwosari, tertelak di perbatasan Semarang dan Demak. Masjid dengan warna cat hijau dominan, terdiri atas dua lantai. Tempat shalat terpusat di lantai dasar, sedangkan lantai dua mungkin dikhususkan untuk kantor administrasi masjid dan madrasah diniyah.

Kami langsung menepi dan masuk ke halaman masjid untuk shalat Maghrib, padahal waktu itu perut sudah berontak dan harus segera diisi makanan. "Yah, sabar dulu ya, rut. Kami sebentar doang kok, cuma shalat maghrib. Habis itu nanti kita berangkat lagi sambil mencarikan jatahmu, oke?"

Setelah motor kami parkir, tiba-tiba ada seorang ibu paruh baya berbaju oranye menghampiri saya dan bertanya "Sudah makan, mas?". Saya kaget, "Belum, bu" jawab saya singkat. "Ini mas buat makan" kata ibu itu sembari menyerahkan bungkusan kepada saya. "Waah, makasih, bu. Makasih banget!" aku berterima kasih kepadanya dengan perasaan senang luar biasa. Padahal bungkusan yang diberikannya tidak gede-gede amet, dan isinya saya juga belum tahu. Jika isinya semur jengkol atau pete, maka tamatlah riwayat bungkusan ini ke tempat sampah. Sudah cukup penderitaan lapar yang dirasakan perutku, tak perlu lagi ditambah kemasukan makanan dari neraka. Tapi yah, namanya juga dikasih orang, saya tetap girang bukan kepalang. "Ini buat temannya juga" kata ibu itu lagi sambil mengeluarkan bungkusan lain dari dalam tasnya dan menyerahkannya kepadaku. "Ya Allah, bu, terimakasih sekali. Ini habis ada acara buka puasa bersama atau bagaimana, bu?" tanyaku. "Tidak kok, mas. Silakan dimakan saja" jawab ibu itu. "Sekali lagi terimakasih banyak ya, bu" saya tak henti-henti berterimkasih pada ibu berhati malaikat itu. "Sama-sama" jawabnya singkat, lalu pergi dan menghilang dari pandanganku.

"Nah, tuh kan, rut. Jatahmu sudah diatur sama Yang Kuasa. Sekarang kamu sudah mendapatkannya. Jadi, berhentilah berbunyi keroncongan begitu!" tiba-tiba perutku berubah tenang dan tidak berbunyi lagi. Dasar perut manja!

Dua bungkusan tadi kemudian kami buka, ternyata isinya adalah gado-gado, makanan yang sangat saya suka. Dalam waktu singkat kami lahap gado-gado pemberian ibu tadi sampai tak bersisa. Subhanallah, ternyata homo sapiens seperti kami saat kelaparan ngamuknya persis buto ijo.
Setelah perut kenyang, pikiran jadi tenang, shalat Maghrib pun terasa nyaman. Rencana untuk menjama taqdim kami batalkan. Kami istirahat di masjid ini hingga waktu Isyaa. Tidak hanya itu, kami juga melakukan shalat tarawih dan witir di sini. 23 rakaat tanpa kultum. Sang imam bacaannya enak, tidak terlalu cepat, tapi juga tidak lelet. Surah yang dibaca juga sederhana, surah at-Takatsur sampai surah al-Lahab pada rakaat pertama dan surah al-Qadr pada rakaat kedua. Surah al-Qadr dibaca sejak paruh kedua bulan Ramadhan, menggantikan surah al-Ikhlash yang dibaca sejak awal Ramadhan. Sekitar jam 08.00 pm shalat tarawih selesai, dilanjutkan doa dan wiridan dengan irama yang enak di telinga. Jama'ahnya kompak sekali, membuat saya buru-buru ke belakang mengambil hp yang saya titip di lemari DKM. Saya abadikan momen ini dalam bentuk video yang direkam menggunakan kamera smartphone.

Sebagai catatan, tolong jangan tiru perilaku saya yang seperti ini, masjid bukanlah studio foto dan jama'ahnya bukan objek wisata yang bisa seenaknya dipamerkan di sosmed. Saya melakukan ini pun karena terpaksa, benar-benar sudah tak kuat menahan hasrat untuk nikah, eh... bukan bukan! Maksud saya untuk mengabadikan momen yang belum tentu bisa terulang lagi seumur hidup saya. Namun, bagaimanapun juga jika sedang dzikir atau wiridan lebih baik ya fokus saja, jangan sambil main hp apalagi telponan, tidak baik untuk kesehatan iman dan taqwa. Cieee... bijak! Tapi sumpah demi Dzat Yang Maha Tahu kapan aku akan menikah, kekhusukan dalam beribadah akan sangat terganggu dengan kehadiran makhluk bernama hp.

Habis tarawih saya sempatkan ikut tadarus al-Quran sebentar. Saya juga sempat nimbrung obrolan dengan beberapa remaja di emperan masjid. Mereka adalah Remas, dua remaja ikhwan dan dua remaja akhwat sedang mendiskusikan sesuatu. Saya tidak begitu paham apa yang sedang mereka diskusikan, mereka menggunakan bahasa Jawa tulen. Di depan mereka ada tumpukan lembar jawaban soal. Rupanya mereka sedang mengoreksi jawaban olimpiade keagamaan yang diselenggarakan remas untuk anak SMP dan SMA di daerah sekitar sana.

"Boleh saya lihat soalnya?" tanya saya. "Silakan, mas" jawab salah satu dari mereka. Saya perhatikan lembar soal itu halaman demi halaman. Busyet...! Soal-soalnya komplit dengan tingkat kesukaran level dosen. Tauhid, Tafsir, Tajwid, Hadis Dirayah dan Riwayah, Fiqh, Akhlak Tasawuf, Tarikh, Siyasah klasik dan kontemporer, Nahwu, Sharraf, Balaghah, dan Mantiq dimix dalam 100 butir soal pilihan ganda. Bagi yang merasa asing dengan istilah-istilah tadi, sudah tidak usah pura-pura paham sambil mengangguk-ngangguk dan bilang "Ooo...". Saya yang lulusan pesantren saja tidak semua disiplin ilmu itu pernah saya palajari. Saya hanya bisa berdecak kagum sambil beberapa kali mengucapkan subhanallah. Untuk remaja di bawah usia 20 tahun, soal-soal ini lebih mengerikan dari soal UN Matematika. Meskipun begitu, sudah menjadi rahasia umum kelemahan bentuk soal pilihan ganda adalah bisa dijawab dengan cara menghitung kancing baju, jumlah bangku, atau engsel pintu, yap! sesederhana melempar dadu.

Namun begitu, salut buat Demak, kota para wali!