Langsung ke konten utama

Filsafat, Kebenaran, dan Kebijaksanaan

Puncak dari belajar filsafat bukan mencari kebenaran, tapi kebijaksanaan, a wise. Jika sebagian orang menganggap filsafat menyesatkan, saya kira itu anggapan yang berlebihan. Sebab, pada hakikatnya filsafat adalah ajaran yang baik dan murni berasal dari cipta, rasa dan karsa manusia sendiri. Apa yang lebih murni untuk manusia daripada sesuatu yang berasal dari dirinya sendiri? Tidak ada. Jadi, jika ada yang melarang mempelajari filsafat, sama saja dia melarang seseorang untuk mengenal dirinya, baik secara epistimologis maupun aksiologis. Padahal, untuk mengenal Tuhan, kita harus mengenal diri kita sendiri. Ironisnya orang yang melarang filsafat justru mengatasnamakan Tuhan.

Kebijaksanaan lebih berharga daripada kebenaran. Bukan berarti kebenaran tidak ada harganya, hanya saja kebenaran bukanlah puncak segala-galanya. Kebanyakan orang hanya mencari kebenaran dan merasa puas setelah kebenaran mereka dapat. Padahal, tolak ukur kebenaran masih sangat ambigu. Ada beragam tolak ukur yang biaa dipakai untuk menilai kebenara: tolak ukur agama, sains, adat, undang-undang dan lain sebagainya. Makanya jangan heran jika suatu kebenaran masih mungkin bertentangan dengan kebenaran yang lain. Sedangkan kebjiksanaan melebihi itu semua. Kebijaksanaan adalah puncak tertinggi yang membawa manusia kepada kebaikan sejati.

Tak jarang kita temui orang berdebat bahkan bertengkar hanya karena merasa dialah yang paling benar dan menganggap kebenaran yang diyakini orang lain adalah keliru. Mereka mati-matian mempertahankan kebenaran mereka masing-masing dengan segala argumentasi dan dalil yang mereka punya. Akibatnya klaim dan judgement menjadi santapan hari-hari. Vonis sesat, salah, dan najis bukan lagi hal asing. Hasilnya... jelas ketidakrukunan sesama manusia. Dengan mudahnya darah menjadi halal ditumpahkan. Sungguh, manusiakah itu?

Sementara orang yang bijak tidak akan melakukan hal seperti itu. Berdebat dan bertengkar bagi mereka tak lebih dari sekedar permainan belaka, bukan sesuatu yang fundamental. Setiap orang diberikan pikiran yang sama untuk berfikir, hati yang sama untuk merasa, dan norma yang sama, yaitu nilai-nilai kemanusiaan. Hanya pengalaman hidup dan lingkungan sajalah yang mempengaruhi paradigma mereka. Bagi yang menyadari hal itu tentu bukan hal mudah untuk menvonis seseorang harus lenyap hanya karen perbedaan di antara mereka. Manusia adalah manusia dan ada nilai-nilai akal budi yang mereka miliki. Setiap orang tanpa terkecuali pasti memiliki nilai-nilai tersebut yang membuat mereka lebih memanusiakan manusia daripada mereka yang tertutup dan ogah menerima sesuatu di luar apa yang mereka yakini dan mereka anggap sebagai harga mati.

Jadi, setelah kita tahu harga dari sebuah kebijaksanaan, masihkah kita memandang filsafat sebelah mata? Bukannya saya bermaksud membela filsafat. Saya hanya ingin melihat segala sesuatu tidak hanya dari satu sudut saja. Sebab, untuk benar-benar mengenal sesuatu, kita harus melihatnya dari berbagai sisi. Itulah salah satu ajaran dalam filsafat.

Komentar