Langsung ke konten utama

Komputer-Komputer Menyedihkan

Siang tadi setelah adzan Dhuhur aku kembali ke kantor Latee untuk melanjutkan pekerjaan yang sedari tadi pagi belum juga rampung. Waktu itu ada Pak Rahem di kantor bersamaku. Tiba-tiba ditelpon orang yang menanyakan aku, katanya dia butuh. Ternyata orang yang nelpon dia adalah Ari’, mantan sekretaris Latee tahun 2006-2008.

“Faruq?” tanyanya dari seberang.

“Ya. Ada apa, Ri’?” tanyaku

”Kamu bisa nginstall komputer?” tanyanya lagi

“Punya siapa?”

“Punya Biro. Klo bisa, saya tunggu sekarang di Biro” tawarnya

“Biro di mana itu?” aku kurang ngerti yang dia maksud

“Sekarang aku lagi di Biro, belakangnya toko bangunan”



“Oke oke, aku ke sana sekarang juga” jawabku. Aku pun langsung bergegas menuju tempat yang dia sebutkan tadi. Ternyata Biro yang dia maksud adalah ruangan kecil tempat Percetakan Annuqayah akan beroperasi, yaitu di sebelah utara jalan raya simpang tiga emas Annuqayah, tepatnya di belakang toko bangunan yang baru, berdempetan dengan gedung RA dan Koppontren Annuqayah.

Setelah aku tiba di dalam ruangan, selain Ari’ di sana juga ada Izzi dan kamil. Mereka adalah karyawan Percetakan Annuqayah yang baru didirikan beberapa bulan yang lalu. Hinggi saat ini, tempat kerja mereka masih numpang di Toko alat tulis dan foto copy ABC. Salah satu unit usaha yang berada di bawah manajemen Annuqayah Businness Center.

“Mana komputernya? Yang ini ya?” tanyaku sambil menunjuk pada sebuah CPU di tengah ruangan yang sudah tersembung dengan LCD, keyboard dan mouse. Hanya saja CPU itu belum terhubung dengan sumber listrik. Di sebelahnya ada sebuah netbook 10 inci kepunyaan Ari’ sedang memutar lagu.

Tiga komputer yang ada di dalam ruangan Biro
“Ya. Tapi masih belum tersambung ke listrik. Perlu stop kontak, kami masih mau membelinya” kata Ari’ sambil menyuruh Kamil untuk membeli stop kontak toko bangunan dan alat-alat listrik di seberang jalan raya.

“Ini komputer mo dipake buat apa, Ri’?” tanyaku basa-basi. Tapi sebenarnya itu pertanyaan yang cukup penting untuk kuutarakan biar aku juga tahu.

“Buat percetakan. Yaaa, buat layout dan semacamnya gitu lah” jawabnya

“Owh gitu toh. Klo segini speknya sih, aku nggak berani nginstallin Windows 7, pake Windows xp saja” tawarku

“Terserah kamu lah, Ruq. Yang penting bisa dipake. Aku sudah lupa soal installasi komputer”

Sementara Kamil masih belum datang membeli stop kontak, aku kembali lagi ke Latee untuk mengambil peralatan yang diperlukan untuk instalasi komputer. Waktu itu aku tidak bawa DVD-Writer portable. OS dan software lainnya juga ada di Harddiskku, jadi aku harus pulang ke Latee untuk mengambil itu semua. Tapi sialnya, hujan tiba-tiba turun. Aku ragu sesaat sebelum akhirnya aku memutuskan untuk tetap nekat kembali ke pondok menerobos hujan pake motor Beat kepunyaan Ari’.

Beberapa saat kemudian aku pun tiba di kantor Dalfis tempat di mana harddisku kusimpan. Aku pun langsung mengambil harddisku dan langsung cabut lagi ke Biro yang berjarak sekitar 250 meter dari Latee itu. Hujan makin deras, genangan air di jalan raya semakin banyak bercipratan ke sisi jalan saat dilewati motor yang kunaiki. Aku tiba di Biro dalam keadaan basah kuyup. Untungnya harddisku dan DVD-writer portable yang aku bawa aku taruh di jok sepeda, jadi tidak terkena hujan. Tapi beda halnya dengan CD installasi Windows xp yang kutaruh di kotak di bawahnya setir. Kertas yang membungkusnya basah hingga sebagian tinta printer di atas kertas itu melekat pada CD instalasi Windows xp tersebut. Untungnya cuma CD!

Aku pun masuk ke dalam ruangan Biro dan membuka baju yang basa kuyup terkena hujan. Setelah semua persiapan selesai, kini komputer sudah siap untuk diinstall. Namun sebelum itu, kuperiksa dulu semua konektor untuk memastikan semuanya sudah tersambung dengan benar. Setelah benar-benar yakin tidak ada yang salah dengan installasi hardware, aku mulai menekan tombol power untuk memulai installasi software.

“Tit” suara beep pendek berbunyi sekali menunjukkan bahwa semua komponen bisa berfungsi dengan baik. LCD menampilkan splash screen selama beberapa saat dengan tulisan “Lenovo”. Oh ya, komputer yang mau aku install ini adalah Lenovo, bukan komputer rakitan tapi asli satu vendor, dari casing, LCD, keyboard, maupun mousnya, semua bermerek Lenovo. Untuk ukuran sekarang (tahun 2014) komputer ini termasuk sangat jadul dan udzur. Processor Intel Pentium IV dengan kecepatan kalau nggak salah 2,3 GHz, terus RAMnya Cuma 512 MB (untuk standart ukuran sekarang setidaknya sudah 2 GB), Harddisk SATA 80 GB. Dengan spek seperti itu aku harus berfikir dua kali untuk mengintallnya dengan OS Windows 7. Namun yang menarik bagiku dari komputer ini adalah bahannya yang sangat bagus dan komponen yang serba wah!.

Pertama, casingnya cantik berwarna silver matte dan memiliki design yang kompak sangat friendly, sebab bisa dibawa (ditenteng) dengan satu tangan. Tapi tentunya dengan body yang sebongsor itu bobotnya juga lumayan lah. Kemudian tombol powernya ada di atas (kebanyakan Casing tombol powernya ada di bagian depan). Casingnya terbuat dari bahan plastik yang kuat. Bagian dalamnya terbuat dari logam yang tidak menghantarkan listrik (entah apa namanya). Bahannya cukup tebal, tidak seperti casing murahan yang tipis seperti seng. Dengan casing yang tebal dan kuat komponen cantral processing unit akan lebih aman.

Kedua, komputer ini dibekali dengan DVD-RW. Aku kira ini agak berlebihan untuk kelas pentium. Yang aku tahu biasanya untuk kelas Pentium, CD-Drive-nya paling tinggi adalah DVD-ROM. DVD-RW biasanya dipake untuk jenis processor yang satu tingkat di atas Pentium, semisal Celeron dan Atom.

Ketiga, Fan Cooler yang lengkap dan tidak bising. Ini adalah kelebihan yang sangat aku sukai, sebab dengan Fan yang tidak bising, kita akan lebih nyaman bekerja dengan komputer tanpa terganggu suara putaran kipas pendingin. Perlu diketahui, untuk memiki CPU dengan sistem pendingin yang baik dan dapat beroperasi secara silent, kita harus merogoh kantong cukup dalam. Design casing dengan sistem sirkulasi udara yang baik harganya jauh lebih mahal dari casing biasa. Nah, pada CPU ini total ada tiga Fan yang bekerja, pertama di Power Supply, kemudian di Processor dan terakhir di dinding casing bagian belakang. Heatsink processornya juga tidak seperti biasa, lebih banyak lubangnya sehingga tidak menghambat aliran angin dari Fan Cooler (dan ini juga sangat berguna untuk mengurangi kebisingan).

Keempat, komputer ini memiliki display monitor LCD 19 inc. Sekali lagi bagiku ini agak berlebihan untuk kelas pentium. Display ukuran segitu tentu lebih pas untuk digunakan bermain game-game berat high definiton semacam Need for Speed, PES, atau Medal of Honor. Jadi menurutku akan lebih cocok jika LCD segede itu berpasangan dengan Processor Core I3 dengan RAM 4 GB ditambah Nvidia Ge-Force 2 GB.

Kelima, Mouse dan keyboardnya sangat lembut. Input device super penting ini sangat nyaman di tangan, tidak mengeluarkan bunyi saat ditekan. Hanya saja mousenya terlalu besar untuk ukuran tangaku.

Nah, mungkin cukup dulu untuk gambaran komputer seperti apa yang mau aku install saa ini. Setelah melewati proses POST (Power On Self Test: yaitu pengujian yang dilakukan BIOS terhadap semua komponen komputer) seperti biasa, komputer akan melakukan booting jika di dalamnya sudah terdapat sistem operasi. Namun sebelum sempat booting, ada sedikit masalah yang cukup menghambatku. Tiba-tiba di layar muncul pesan “CMOS Battery Low, CMOS Date/Time not Set, Press F2 to continue, F1 to entar Setup”. Aku tekan F1 untuk masuk ke setting BIOS dan menyesuaikan waktu dan tanggal komputer dengan waktu dan tanggal saat ini. Tapi, belum sampai separuh aku selesai, tiba-tiba kompter ngeblank (layar menjadi hitam) tanpa pesan apa-apa. Biasanya kalau terjadi error atau kesalahan pada komponen keras, komputer akan menampilkan Blue Screen yang berisi kode-kode yang harus diterjemahkan oleh user untuk menganalisa kesalahan komponen dan cara memberbaikinya.

Pesan yang muncul setelah komputer dihidupkan
Karena kali ini tidak ada blue screen, aku langsung menarik kesimpulan bahwa yang bermasalah adalah battery CMOSnya. Namun yang tidak habis aku mengerti, apa lemahnya battery CMOS memang berakibat ngeblanknya komputer? Sejauh yang aku tahu, klo cuma battery CMOS yang lemah, itu hanya berakibat pada settingan BIOS yang tidak bisa tersimpan saja, sehigga kita tidak dapat mencocokkan tanggal komputer dengan dunia nyata. Namun ternyata ada efek lain yang dapat ditimbulkan battery CMOS yang lemah atau rusak. Ini adalah pengetahuan baru bagiku. Setelah aku yakin bahwa battery CMOSnya bermasalah, aku pun bertanya sama Ari’ dan Izzi

“Gimana ini? Apa mau dibelikan battery yang baru?”

“Saya kira itu bagus. Di mana ada toko komputer yang dekat dari sini?” tanya Izzi

“Di Prenduan ada. Rohis Computer” jawabku

“Tapi sebaiknya kita coba dengan battery yang lain saja dulu, siapa tahu bisa” Ari’ mengusulkan. Aku menyetujui usulnya. Kami pun langsung membongkar CPU lainnya yang ada pada ruangan itu untuk diambil battery-nya. Saat itu ada tiga buah CPU di sana, dan semuanya kami bongkar satu persatu untuk diambil battery-nya. Tapi usaha itu nihil, sebab tidak ada satupun dari semua battery yang kami gunakan sebagai ganti berfungsi normal, pesan “CMOS Battery Low...” masih terus tampil.

Aku pun mencoba cara yang lain, yaitu dengan mereset BIOS. Aku buka salah satu jumper di dekat battery CMOS dan kurubah ke mode “Reset”. Lalu kuhidupkan komputer beberapa saat dan kumatikan lagi, lalu kuhidupkan lagi. Jreng...jreng...jreng.. pesan itu tidak muncul lagi dan kini komputer sudah berhasil booting. Logo Windows xp mentereng di layar hingga akhirnya berhasil masuk ke sistem tanpa hambatan. Namun beberapa saat kemudian, blasss... layar komputer ngeblank lagi, padahal CPU tetap nyala. Kini aku mulai ragu dengan hipotesaku barusan. Apa mungkin karena RAM? Biasanya jika RAM tidak terbaca, input ke monitor tidak akan sampai. Tapi aku tepis sendiri dugaan itu, sebab biasanya jika ada masalah dengan RAM, Motherboard akan mengeluarkan bunyi beep yang panjang. Lah, ini bunyi beepnya pendek yang artinya tidak ada komponen yang bermasalah. Aku makin bingung!

“Nah, sekarang gimana?” tanyaku pada Izzi dan Ari’

“Kita pake CPU yang lain” jawab Izzi

“Baiklah” Ari’ sependapat.

Saya langsung bergegas mengambil CPU lain dengan sama tipe yang sama itu. Lalu aku langsung menghubungkannya ke arus listrik dan LCD dan kuhidupkan. Masalahnya ternyata tetap sama, muncul pesan “CMOS Battery Low bla bla bla”. Semua CPU yang berjumlah tiga itu tidak ada satupun yang bisa. Akhirnya Ari’ punya inisiatif untuk meminjam Battery CMOS ke Pak Rahem untuk digunakan sementara hingga installasi selesai.

“Owalaaah, itu bagus!” aku berseru tanda setuju. Pak Rahem yang merupakan TU MI 1 Annuqayah itu beberapa waktu lalu juga memintaku untuk memperbaiki beberapa komputer Laboratorium MI yang ngadat. Aku ingat ada beberapa komputer yang tingkat kerusakannya di luar kemampuanku. Jadi mungkin battery dari komputer-komputer itu bisa digunakan untuk sementara. Izzi pun berangkat menuju Laboratorium MI Annuqayah menemui Pak Rahem untuk meminjam Battery CMOS.

Beberapa saat kemudian Izzi kembali lagi membawa dua buah Battery CMOS di tangannya. Di datang dalam keadaan setengah basah, ternyata hujan di luar belum juga reda. Aku pun langsung membongkar battery CMOS yang lama dan menggantinya dengan battery yang dibawa Izzi. Namun pesan itu masih tetap muncul lagi “CMOS Battery Low...”. Ari’ dan Izzi mengeluh bersamaan.

CPU terakhir yang dibongkar
“Aku jadi curiga bukan battery-nya yang bermasalah” kataku pada mereka berdua. “jangan-jangan ada masalah dengan Motherboardnya, atau mungkin suplai listrik yang terlalu redah” aku mulai berfikir kemungkinan lain yang bisa saja menjadi penyebab masalah tersebut. Aku pun melepaskan beberapa komponen komputer untuk meringankan beban power supply. Namun hasilnya tetap nihil. Kami mulai putus asa.

“Haaahh.. Gini deh klo komputer lama nggak dipakai!” Ari’ mendengus sambil memainkan hapenya.

“Haa haha, sayang sekali ya! Komputer sebagus ini klo dikasih ke aku sih nggak bakal mubadzir kayak gini” Izzi menimpali sambil tersenyum.

“Iya sih. Tapi kemarin waktu masih di kantor Yayasan aku lihat masih berfungsi, masih bisa dipakai ni komputer” aku menanggapi

“Yaaah.. Klo komputer bantuan memang begini dah nasibnya. Lebih-lebih kalo tidak dipake” kata Ari’

“Labnya dulu pernah dipake sama siswa SMA. Waktu bantuan komputer ini baru tiba, langsung dipasang di ruang Laboratorium komputer Pesantren. Installasinya bagus dan lengkap, mejanya juga tersedia, berikut multimedia boardnya” jelas Izzi
“Tahun berapa itu, Zi?” tanyaku

“Entahlah, aku tidak terlalu ingat. Sekitar empat atau lima tahun yang lalu” jawabnya

“Gini aja deh. Kita ambil komputer yang lain saja dari ruang Lab. Langsung kita coba di sana nyala ato nggak. Klo ada yang nyala dengan baik, itu kita bawa ke sini” kata Ari’

“Sep sep.. siapa yang mau berangkat ke Lab” tanya Izzi yang pada akhirnya dia sendiri yang berangkat ditemani aku.

Ketika sampai di ruang Laboratorium Komputer PP. Annuqayah, aku mendapati ruangan itu dalam keadaan kacau tidak karuan. Sama sekali berbeda dengan kondisi sewaktu masih baru jadi yang bikin orang betah tinggal di sana berlama-lama karena ruangannya bersih dan rapi. Kini ruangan itu tidak tampak seperti sebuah Laboratorium, tapi lebih terlihat seperti sebuah gudang. Meja komputer yang membentuk hurup O yang melingkar di seluruh ruangan kondisinya sudah lapuk. Di atas meja itu masih berjejer beberapa LCD monitor berukuran besar. Kulihat ada genangan air di dekat pintu masuk, ternyata atapnya bocor, dan kebetulan waktu itu hujan cukup deras. Di pojok utara kulihat ada tumpukan kardus yang entah apa isinya. Lalu di sisi selatan kulihat ada tumpukan CPU yang yang tidak terpakai. Debu-debu menutupi sebagian besar isi ruangan, tak terkecuali LCD monitor dan CPU. Kursi dan kabel-kabel berserakan di sekitar meja. Betul-betul konisi yang memprihatinkan. Aku jadi kasihan pada komputer-komputer yang tidak terpakai itu, malang sekali nasib mereka.

Perlahan aku melangkah ke tengah ruangan, melompati meja komputer setinggi dan selebar 1 meter. Di sana aku mencari konektor utama arus listrik untuk menghidupkan komputer. Ternyata konektor utamanya tidak ada di tengah ruangan, tapi di pojok. Di tengah-tengah ruangan hanya terdapat beberapa terminal listrik tempat komputer-komputer itu mendapatkan suplai listrik. Akhirnya Izzi yang pergi ke pojok menghampiri Travo berukuran besar. Tapi sayang, Travo yang menjadi sumber utama suplai listrik Laboratorium kabelnya sudah putus dan harus diganti, jadi tidak bisa dipakai. Akhirnya aku menggunakan sambungan langsung ke colokan listrik di dinding ruangan dengan stop kontak seadanya.

Kondisi ruang Laboratorium yang agak berantakan
Kini tibalah waktunya menguji semua komputer yang tersisa di ruangan Lab itu. Aku bilang “yang tersisa” karena beberapa komputer sudah dibawa ke luar Lab untuk digunakan di tempat lain, termasuk tiga komputer yang saat ini ada di Biro. Satu-persatu komputer aku coba nyalakan. Semuanya nyala, tapi masalahnya adalah, ada beberapa komputer yang RAM-nya mati, sementara beberapa komputer lainnya memiliki masalah yang sama dengan komputer yang ada di Biro saat ini. Total tujuh komputer yang aku coba nyalakan, tidak ada satupun yang berfungsi dengan baik.

“Ya sudah, Zi, selesai” kataku sambil mengangkat bahu.

“Ya ya.. sekarang sudah jelas, semua tidak bisa. Betul –betul sangat disayangkan. Padahal saya yakin biaya pengadaan semua peralatan Lab komputer ini tidak kurang dari 100 juta rupiah” dia tampak kecewa.
“Sudah ah, nggak usah difikirin. Wong itu bukan duit kita, bukan pula duit pesantren, tapi duitnya pemerintah” kataku sambil mengambil beberapa foto dengan kamera. Akhirya kami pun keluar dari ruangan itu tanpa membawa apa-apa.

Tumpukan CPU yang tidak terpakai di dalam Laboratorium
Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 14.00. Ternyata aku telah bekerja keras selama 2 jam setengah untuk memperbaiki dan mencari komputer yang bisa digunakan untuk dipake percetakan PP. Annuqayah. Walaupun hasilnya nihil, tapi aku tetap senang karena dari kejadian ini aku mendapat pengalaman baru. Selain itu aku juga merasa senang dapat melakukan sesuatu untuk kemajuan pesantren, khususnya di bidang ekonomi saat ini.

Hujan sudah reda, langit kembali terang. Akupun bergegas untuk pulang lagi ke Latee. Aku masih belum shalat Dhuhur. Pakaianku yang terkena sebenarnya masih belum kering, tapi tetap kupakai sebab aku tidak mungkin jalan di keramaian pesantren hanya memakai kaos saja.