Langsung ke konten utama

Hati Tenang, Hidup Senang


Hidup di dunia ini penuh dengan misteri. Ada kalanya orang terlihat bahagia, padahal di balik itu semua sebenarnya ia menderita. Ada juga orang kelihatan sengsara, justru dialah paling bahagianya orang di atas muka bumi ini. Tolak ukur seseorang itu bisa dikatakan bahagia atau susah tidak bisa dilihat dari luarnya saja. Sebab tidak sedikit orang yang hidup dengan bergelimang harta, malah tidak pernah tenang dalam kesehariannya.

Saya dibuat terkesima oleh seorang pemulung tua yang hidupnya bergantung pada sampah. Setiap hari dia keliling sekitar pondok pesantren Annuqayah membawa sebuah karung di punggungnya dan sebuah celurit kecil di tangan kanannya. Baju yang dikenakannya begitu lusuh. Kulitnya yang hitam keriput membuatku tak tega. Kenapa dia masih bekerja? Kemana anak-anaknya? Dengan rajin dia menekuni pekerjaannya itu, bahkan pernah suatu ketika aku melihatnya keliling dari tempat sampah ke tempat sampah yang lain pada waktu tengah malam sekitar jam 2. Tapi tidak sedikitpun dari wajahnya terlihat kesusahan, tidak sedikitpun ada kesan bahwa dia hidup melarat. Sebaliknya dia kelihatan begitu senang dan enjoy dengan pekerjaannya itu. Lantas terpikir di benakku, tidakkah dia pernah berfikir untuk mencari kehidupan yang lebih baik dari yang dijalaninya? Dengan menjadi PNS misalnya, seperti yang banyak orang-orang lakukan. Dia terlihat begitu tulus menjalani kehidupannya itu. Tidak seperti banyak orang yang selalu mengejar harta demi kesejahteraan hidupnya.

Lantas aku merenung dan merenung. Secara logika memang kehidupan yang berkecukupan, dengan apa yang diinginkan selalu tersedia, adalah kehidupan yang menjadi dambaan setiap orang. Kerja sedikit dengan hasil selangit. Siapa yang tidak mau? Dan itu manusiawi. Tapi entah kenapa, kok ada orang dengan penghasilan pas-pasan masih mampu bersyukur kepada Tuhan. Padahal hidupnya, secara kasat mata, bisa dibilang kekurangan. Ajaib, sungguh ajaib. Lalu apakah rahasia di balik semua itu? Kenapa banyak pasien rumah sakit jiwa dari golongan orang berada? Apakah ini rupa keadilan Tuhan untuk menghabiskan harta orang kaya? Boleh saja begitu, tapi yang terpenting adalah bagaimana kita menyadari rahasia dibalik itu semua. Saya yakin setiap orang ingin banyak harta dan sehat lahir bathin. Betul?

Ternyata rahasianya begitu sederhana, dari saking sederhananya banyak yang tidak menyadarinya. “Kaya hati”, itulah rahasianya. Tidak usah membuka kamus untuk mengetahui apa itu kaya hati. Cukup tanyakan pada diri kita sendiri, sudahkah kita tidak merasa kurang lagi? Sudahkan kita bisa menerima yang telah diberi? Jawabannya juga tak usah dikasih tahu orang lain. Cukup untuk diri sendiri. Orang lain tidak butuh jawaban itu, kitalah yang membutuhkannya. Apabila kita sudah tidak lagi merasa kurang lagi, itu artinya kita sudah menjadi orang yang kaya, walaupun tidak duit sepeserpun.

Aa Gym pernah berkata “Orang tidak akan pernah bahagia selama dia masih merasa takut. Takut mati, takut sakit, takut lapar, takut kehilangan dan takut-takut lainnya” rasa takut adalah coba’an terberat dalam hidup manusia.

Orang yang hatinya begitu tenang, tidak peduli seberapa berat masalah yang dihadapinya, hidupnya akan tetap senang. Kesadaran diri bahwa segala sesuatu adalah ketentuan Allah, kehendak dan ketetapan dariNya, akan membuat kita senantiasa pasrah dan tunduk terhadap semua yang dilakukannya. Setiap masalah yang ia hadapi akan selalu dihadapi dengan perasaan optimis bahwa dia akan menemukan jalan keluarnya. Dia selalu berfikir bahwa Allah ada bersamanya, Dia tidak akan meninggalkannya sebab dia meyakini sifat rahman dan rahimNya.

Jagalah hati kita agar tidak terkotori oleh hal-hal yang dapat merusaknya. Selama hati kita bersih, cahayanya akan selalu menerangi jalan hidup kita. Akan tetapi kalau hati kita sudah kotor, makan cahayanya tidak akan sampai ke luar karena terhalangi oleh kotoran yang melekat pada hati kita sehingga jalan hidup kita akan selalu suram. Apabila jalan kita sudah suram, kita tidak akan menemukan pegangan. Maunya marah terus, tidak mau mengakui kesalahan sendiri, tidak menerima hal-hal yang tidak enak, selalu egois, dan tidak bisa berfikir jernih.